Jumat, 07 Februari 2014

A. PENGENDALIAN SOSIAL


1. Pengertian Pengendalian Sosial

Pengertian pengendalian sosial menurut beberapa ahli sosiologi adalah sebagai berikut.

a. Menurut Bruce J. Cohen

Pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas tertentu.



b. Menurut Peter Berger

Pengendalian sosial adalah cara yang dipergunakan masyarakatuntuk menertibkan anggota yang menyimpang.

c. Menurut Joseph S. Roucek

Pengendalian sosial adalah proses terencana maupun tidak di mana individu dibujuk, diajarkan, dan dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.

2. Ciri-ciri Pengendalian Sosial

Secara spesifik pengendalian sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Pengendalian sosial sebagai suatu cara, metode atau teknik tertentu yang dipergunakan masyarakat untuk mengatasi

ataupun mencegah terjadinya penyimpangan sosial.

b. Pengendalian sosial dipergunakan untuk mewujudkan keselarasan

antara stabilitas dengan perubahan-perubahan yang terus

terjadi di suatu masyarakat.

c. Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh kelompok terhadap

kelompok lain, atau oleh suatu kelompok terhadap individu.

d. Pengendalian sosial dilakukan secara timbal balik meskipun

tidak disadari oleh kedua belah pihak.

3. Tujuan Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial memiliki arti yang sangat penting bagi

kehidupan masyarakat, karena pengendalian sosial bertujuan:

a. Agar dapat terwujud keserasian dan ketenteraman dalam

mayarakat.

b. Agar pelaku penyimpangan dapat kembali mematuhi normanorma

yang berlaku.

c. Agar masyarakat mau mematuhi norma-norma sosial yang

berlaku baik dengan kesadaran sendiri maupun dengan paksaan



B. UPAYA PENGENDALIAN PENYIMPANGAN

SOSIAL

Terjadinya penyimpangan sosial di tengah kehidupan

masyarakat dapat berpengaruh terhadap keteraturan sosial. Oleh

karena itu, perlu dilakukan upaya pengendalian penyimpangan sosial

seperti berikut.

1. Macam-macam Teknik/Cara Pengendalian Sosial

Ada banyak bentuk pengendalian sosial baik yang diterapkan

dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat luas.

a. Pengendalian sosial menurut tujuannya

Jika diklasifikasikan menurut tujuannya, pengendalian sosial

dapat dibedakan menjadi tiga, yakni tujuan kreatif, regulatif, dan

eksploratif.

1) Tujuan kreatif atau konstruktif

Suatu bentuk pengendalian sosial dikategorikan bertujuan

kreatif atau konstruktif apabila pengendalian sosial tersebut

diarahkan pada perubahan sosial yang dianggap bermanfaat.

Penerapan wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah

merupakan salah satu contoh bentuk pengendalian sosial yang

bertujuan kreatif atau konstruktif. Mengapa demikian? Karena

jika setiap penduduk menaati aturan tersebut, maka bukan saja

pemerintah yang beruntung karena memiliki sumber daya

manusia yang berpendidikan minimal setingkat SMP, akan

tetapi bagi individu yang berhasil mengikuti aturan tersebut



memiliki bekal pengetahuan untuk dapat memperoleh peluang

bekerja yang lebih baik bila dibanding dengan orang yang tidak

memiliki pendidikan sama sekali.

2) Tujuan regulatif

Pengendalian sosial dikategorikan bertujuan regulatif, apabila

pengendalian sosial tersebut dilandaskan pada kebiasaan atau

adat istiadat. Misalnya pemerintah kabupaten mencanangkan

wajib jam belajar dari jam 18.00 sampai jam 21.00 bagi setiap

penduduk. Hal tersebut bertujuan mengarahkan agar warga

memiliki kebiasaan yang baik, yakni memanfaatkan waktu luang

sebelum tidur untuk belajar.

3) Tujuan eksploratif

Pengendalian sosial dikategorikan bertujuan eksploratif, apabila

pengendalian sosial tersebut dimotivasikan oleh kepentingan

diri, baik secara langsung maupun tidak. Penerapan tata tertib

di sekolah merupakan salah satu contoh pengendalian sosial

yang bertujuan eksploratif, karena tata tertib disusun dengan

tujuan meningkatkan motivasi siswa dalam mempersiapkan diri

sebagai generasi muda yang berkualitas dilandasi pada

penguasan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan imtak

(keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa).

b. Pengendalian sosial menurut pelaksanaannya

Macam-macam teknik pengendalian sosial jika ditinjau dari

aspek pelaksanaannya, dapat dilakukan dengan cara kompulsi,

pervasi, persuasif, dan koersif

1) Cara kompulsi (compultion)

Pengendalian sosial secara kompulsi dilakukan dengan

menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah sikap atau

perilaku yang negatif. Misalnya jika ada siswa yang enggan

memakai dasi, maka setiap menemui siswa yang tidak berdasi

ditegur dan dijelaskan pentingnya berdasi.

2) Cara pervasi (pervation)

Pengendalian sosial secara pervasi dilakukan dengan menyampaikan

norma/nilai secara berulang-ulang dan terus menerus

dengan harapan norma/nilai tersebut melekat dalam jiwa

seseorang, sehingga akan terbentuk sikap seperti apa yang

diharapkan.

3) Cara persuasif/tanpa kekerasan

Pengendalian sosial cara persuasif lebih menekankan pada

usaha untuk mengajak atau membimbing berupa anjuran agar

berperilaku sesuai norma yang ada.



4) Cara coercive atau cara kekerasan/paksaan

Pengendalian cara coercive dilakukan dengan kekerasan jika

cara persuasif tidak berhasil.

c. Pengendalian sosial menurut jumlah yang terlihat

Apabila ditinjau dari aspek jumlah yang terlibat, teknik/cara

pengendalian sosial dapat dilakukan dengan cara:

1) Pengawasan dari individu terhadap individu lainnya.

Contohnya seorang ayah yang menasihati anaknya, seorang

teman yang menegur temannya yang telah berbuat salah, dan

lain-lain.

2) Pengawasan dari individu terhadap kelompok. Contohnya

seorang pelatih sepak bola yang mengarahkan tim sepak

bolanya, seorang guru yang menjelaskan materi pada muridmuridnya,

dan lain-lain.

3) Pengawasan dari kelompok terhadap kelompok.

Contohnya sekelompok mahasiswa KKN (kuliah kerja nyata)

sedang memberikan penyuluhan pada masyarakat.

4) Pengawasan dari kelompok terhadap individu. Contohnya

warga masyarakat yang mengucilkan seorang warganya yang

telah melanggar norma.

d. Pengendalian Sosial menurut Sifatnya

Menurut sifatnya, pengendalian sosial dibedakan dalam

bentuk preventif, represif, dan gabungan preventif dan represif.

1) Pengendalian sosial preventif

Pengendalian sosial preventif yaitu usaha yang dilakukan

sebelum terjadi pelanggaran, atau bertujuan mencegah

terjadinya pelanggaran.

Rambu-rambu lalu lintas dimaksudkan sebagai upaya

pencegahan (preventif) agar tidak terjadi kekacauan dalam

lalu lintas.

2) Pengendalian sosial represif

Pengendalian sosial represif yaitu usaha yang dilakukan setelah

pelanggaran terjadi, ditujukan untuk memulihkan keadaan

kepada situasi seperti sebelum terjadinya pelanggaran.

Misalnya hukuman penjara bagi pelaku kejahatan merupakan

salah satu bentuk pengendalian sosial represif. Dengan

tertangkapnya pelaku kejahatan ini situasi lingkungan

masyarakat menjadi aman dan membuat pelakunya jera.



3) Pengendalian sosial gabungan antara preventif dan

represif

Pelaksanaan operasi tertib lalu lintas yang dilaksanakan oleh

jajaran kepolisian merupakan salah satu bentuk pengendalian

sosial bersifat preventif sekaligus represif. Mengapa demikian?

Dengan adanya operasi tertib yang dilancarkan oleh yang berwajib

menjadikan masyarakat waspada, sebelum mengendarai

kendaraan melengkapi surat-surat dan membekali diri dengan

pengetahuan mengenai rambu-rambu lalu lintas, sehingga tidak

akan terkena sanksi. Adapun bagi yang melakukan pelanggaran

pada saat operasi tertib tersebut akan dikenai sanksi

sesuai aturan yang berlaku, sehingga sifatnya represif.

2. Bentuk-bentuk Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial yang ada di masyarakat antara lain

berupa:

a. Teguran

Teguran dilakukan dari orang yang dianggap lebih berwibawa

kepada pelaku penyimpangan yang sifatnya ringan. Misalnya

seorang ibu menegur anaknya yang pulang terlambat dari jam

biasanya.

b. Fraundulens

Frauddalens adalah meminta bantuan kepada pihak lain yang

dianggap dapat mengatasi masalah.

c. Intimidasi

Intimidasi adalah bentuk pengendalian dengan disertai

tekanan, ancaman, dan menakut-nakuti.

d. Ostrasisme atau pengucilan

Tindakan pengucilan bagi pelaku penyimpangan sosial

seringkali dilakukan pada masyarakat tradisional yang masih

memegang teguh tradisi. Meski demikian bukan berarti di era

modern ini pengucilan tidak terjadi. Khususnya bagi penderita HIV/

AIDS meski tidak secara terang-terangan sebagian besar

masyarakat cenderung menghindari mereka dengan alasan takut

tertular. Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap penularan

virus HIV/AIDS membuat masyarakat menjaga jarak dengan para

penderita. Apalagi pandangan umum sering mengaitkan penderita

HIV/AIDS sebagai pelaku seks bebas dan pemakai narkoba.

Akankah kalian, bersikap demikian? Sebaiknya kalian dapat

menghindari perilaku yang demikian. Para penderita HIV/AIDS

juga manusia yang memiliki hak yang sama dengan manusia



manusia lainnya. Oleh karena itu, sebaiknya para penderita HIV/

AIDS diterima secara baik di tengah-tengah masyarakat dan sebisa

mungkin kita memberikan motivasi bagi mereka agar bersemangat

untuk terus menjalani hidunya.

e. Kekerasan fisik

Pengendalian sosial secara fisik merupakan bentuk

pengendalian dengan memberikan tekanan dan kekerasan fisik

terhadap pihak lain, seperti pemukulan, menendang, merusak, dan

lain-lain.

f. Hukuman/sanksi

Hal yang lazim dilakukan untuk mengatasi penyimpangan sosial

adalah pengenaan hukuman atau sanksi. Pemberian hukuman/

sanksi dilakukan melalui proses peradilan yang didukung berbagai

saksi serta pembelaan, sehingga hukuman/sanksi yang dijatuhkan

benar-benar memenuhi asas keadilan dan kepatutan.

g. gosip atau desas-desus

Di kalangan masyarakat, gossip atau desas- desus merupakan

bentuk pengendalian sosial yang cukup efektif. Banyak orang yang

mengurungkan niatnya untuk melakukan sesuatu karena takut

digosipkan. Apalagi hidup di kalangan masyarakat yang masih

memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan sosialnya, jika ada

perilaku yang aneh sedikit saja, akan mengundang perbincangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar